Jumat, 22 Juni 2012 | 06:53 WIB
Jakarta, Kompas - Program studi ”bukan
favorit” di sejumlah perguruan tinggi negeri tetap diminati calon mahasiswa
lewat jalur ujian mandiri. Meski demikian, jumlah peminat tidak membeludak
dibandingkan program studi yang dianggap lebih mudah mencari kerja.
Muhammad Anis, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia (UI), di Jakarta, Kamis (21/6), menjelaskan, jalur mandiri tiap perguruan tinggi negeri (PTN) bukan cuma jalurnya yang berbeda, melainkan juga pembiayaan. ”Kalau di UI yang masuk lewat jalur seleksi nasional ataupun Seleksi Masuk (Simak) UI, pembiayaan sama, berdasarkan kemampuan orangtua atau BOP (biaya operasional pendidikan) berkeadilan,” kata Anis.
Program studi yang dianggap kurang favorit, misalnya arkeologi, sastra jawa, sejarah, atau filsafat, tetap ditawarkan di jalur mandiri UI yang dinamakan Simak UI dan peminatnya sekitar 20 persen di atas daya tampung.
”Daya tampung terpenuhi, tetapi peminatnya tak membeludak seperti di program studi favorit,” kata Anis.
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Sudharto P Hadi menyebutkan, program studi, seperti budidaya perairan dan sejarah, kurang diminati. Bahkan, untuk budidaya perairan, kuota di SNMPTN tidak terpenuhi. ”Biasanya daya tampung tetap terpenuhi karena ditawarkan juga di jalur mandiri,” kata Sudharto.
Menurut dia, beberapa program studi terkait perairan dan peternakan yang peminatnya tidak banyak umumnya tetap bisa menerima siswa sesuai daya tampung. Meskipun jalur mandiri di Undip lebih mahal dibandingkan jalur SNMPTN, tetap ada calon mahasiswa yang memilih program studi ini.
Menurut Sudharto, meski biaya di jalur mandiri lebih mahal, penilaian saat menerima calon mahasiswa baru tetap mengutamakan kemampuan akademik.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI Bambang Wibawarta mengatakan, pemerintah sampai saat ini tak memiliki peta konkret atau strategi pendidikan yang komprehensif 10-20 tahun ke depan.
”Harus jelas dulu apa yang dibutuhkan bangsa ini di masa depan. Lalu, program studi dievaluasi berdasarkan kebutuhan bangsa di masa depan,” ujarnya.
Muhammad Anis, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia (UI), di Jakarta, Kamis (21/6), menjelaskan, jalur mandiri tiap perguruan tinggi negeri (PTN) bukan cuma jalurnya yang berbeda, melainkan juga pembiayaan. ”Kalau di UI yang masuk lewat jalur seleksi nasional ataupun Seleksi Masuk (Simak) UI, pembiayaan sama, berdasarkan kemampuan orangtua atau BOP (biaya operasional pendidikan) berkeadilan,” kata Anis.
Program studi yang dianggap kurang favorit, misalnya arkeologi, sastra jawa, sejarah, atau filsafat, tetap ditawarkan di jalur mandiri UI yang dinamakan Simak UI dan peminatnya sekitar 20 persen di atas daya tampung.
”Daya tampung terpenuhi, tetapi peminatnya tak membeludak seperti di program studi favorit,” kata Anis.
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Sudharto P Hadi menyebutkan, program studi, seperti budidaya perairan dan sejarah, kurang diminati. Bahkan, untuk budidaya perairan, kuota di SNMPTN tidak terpenuhi. ”Biasanya daya tampung tetap terpenuhi karena ditawarkan juga di jalur mandiri,” kata Sudharto.
Menurut dia, beberapa program studi terkait perairan dan peternakan yang peminatnya tidak banyak umumnya tetap bisa menerima siswa sesuai daya tampung. Meskipun jalur mandiri di Undip lebih mahal dibandingkan jalur SNMPTN, tetap ada calon mahasiswa yang memilih program studi ini.
Menurut Sudharto, meski biaya di jalur mandiri lebih mahal, penilaian saat menerima calon mahasiswa baru tetap mengutamakan kemampuan akademik.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI Bambang Wibawarta mengatakan, pemerintah sampai saat ini tak memiliki peta konkret atau strategi pendidikan yang komprehensif 10-20 tahun ke depan.
”Harus jelas dulu apa yang dibutuhkan bangsa ini di masa depan. Lalu, program studi dievaluasi berdasarkan kebutuhan bangsa di masa depan,” ujarnya.